Akibat & Penyebab Terjadinya Konflik sosial
Pertikaian demi pertikaian terus terjadi di dunia ini tiada henti. Perbedaan pandangan, visi, misi, prinsip, dan kepentingan sering kali dijadikan alasan terjadinya konflik. Ketakutan, keresahan, kehilangan, kehancuran, adalah harga yang harus dibayar dari sebuah konflik. Meskipun
demikian, hanya karena sesuatu yang berbeda, sebuah kelompok dengan
mudahnya menciptakan suasana konflik terhadap kelompok lain tanpa
mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan.
1. Penyebab Terjadinya Konflik
Tidak ada asap kalau tidak ada api. Segala sesuatu yang terjadi dalam masyarakat pasti ada sebabnya, begitu pula konflik sosial. Sebagaimana definisinya, konflik terjadi karena adanya perbedaan mendasar yang berupa perbedaan kepentingan atau tujuan dari pihakpihak yang terlibat. Konflik dapat terjadi antarindividu, antara individu dengan kelompok, antarmasyarakat dalam suatu negara, antarmasyarakat dengan negara, antarpemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antarsuku bangsa, antarpemeluk agama, antarnegara dengan kelompok ilegal, bahkan antarnegara, dan sebagainya. Pada kenyataannya, tidak semua konflik terjadi karena perbedaan kepentingan. Ada begitu banyak hal yang mampu memicu timbulnya konflik dalam masyarakat.
Leopold von Wiese dan Howard Becker (1989:86) menyebutkan beberapa hal yang dapat menyebabkan konflik sosial terjadi sebagai berikut.
a. Perbedaan Antarorang
Pada dasarnya setiap orang memiliki karakteristik yang berbedabeda. Perbedaan ini mampu menimbulkan konflik sosial. Perbedaan pendirian dan perasaan setiap orang dirasa sebagai pemicu utama dalam konflik sosial. Lihat saja berita-berita media massa banyak pertikaian terjadi karena rasa dendam, cemburu, iri hati, dan sebagainya. Selain itu, banyaknya perceraian keluarga adalah bukti nyata perbedaan prinsip mampu menimbulkan konflik. Umumnya perbedaan pendirian atau pemikiran lahir karena setiap orang memiliki cara pandang berbeda terhadap masalah yang sama.
b. Perbedaan Kebudayaan
Kebudayaan yang melekat pada seseorang mampu memunculkan konflik manakala kebudayaankebudayaan tersebut berbenturan dengan kebudayaan lain. Pada dasarnya pola kebudayaan yang ada memengaruhi pembentukan serta perkembangan kepribadian seseorang. Oleh karena itu, kepribadian antara satu individu dengan individu lainnya berbeda-beda. Contoh, seseorang yang tinggal di lingkungan pegunungan tentunya berbeda dengan seseorang yang tinggal di pantai. Perbedaan kepribadian ini, tentunya membawa perbedaan pola pemikiran dan sikap dari setiap individu yang dapat menyebabkan terjadinya pertentangan antarkelompok manusia.
c. Bentrokan Kepentingan
Umumnya kepentingan menunjuk keinginan atau kebutuhan akan sesuatu hal. Seorang mampu melakukan apa saja untuk mendapatkan kepentingannya guna mencapai kehidupan yang sejahtera. Oleh karena itu, apabila terjadi benturan antara dua kepentingan yang berbeda, dapat dipastikan munculnya konflik sosial. Contohnya benturan antara kepentingan buruh dan pengusaha. Kepentingan buruh adalah mendapatkan gaji sebagaimana mestinya setiap bulannya. Namun, berkenaan dengan meruginya sebuah perusahaan maka perusahaan itu enggan memenuhi kepentingan buruh. Akibatnya, konflik baru terbentuk antara majikan dan buruh. Buruh menggelar aksi demo dan mogok kerja menuntut perusahaan tersebut.
d. Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang berlangsung cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan pendirian antargolongan dalam
menyikapi perubahan yang terjadi. Situasi dan kondisi ini mampu
memunculkan konflik baru. Misalnya semakin maju dan tinggi teknologi,
para ahli pun berusaha melibatkan para balita untuk ikut menikmati
teknologi tersebut yang tentunya bermanfaat bagi perkembangan
intelektual bayi. Karena alasan itu, dibuatlah baby channel. Namun, perubahan ini menimbulkan reaksi pro dan kontra dalam masyarakat.
Sementara itu, seorang antropolog Indonesia yaitu Koentjaraningrat mengatakan bahwa sumber konflik antarsuku bangsa atau golongan dalam negara yang sedang berkembang antara lain:
a. Konflik bisa terjadi kalau warga dari dua suku bangsa masing-masing bersaing dalam hal mendapatkan lapangan mata pencaharian hidup yang sama.
b.
Konflik bisa terjadi kalau warga dari satu suku bangsa mencoba
memaksakan unsur-unsur dari kebudayaannya kepada warga dari suku bangsa
lain.
c. Konflik yang sama
dasarnya, tetapi lebih fanatik dalam wujudnya bisa terjadi kalau suatu
suku bangsa mencoba memaksakan konsep-konsep agamanya terhadap warga
dari suku bangsa lain yang berbeda agama.
d. Konflik juga akan terjadi kalau suatu suku bangsa berusaha mendominasi suatu bangsa lain secara politis.
e. Potensi konflik terpendam ada dalam hubungan antara suku bangsa yang telah bermusuhan secara adat.
2. Akibat Konflik Sosial
Terjadinya konflik sosial tentunya membawa dampak tersendiri bagi kehidupan warganya. Setiap konflik sosial yang terjadi baik konflik vertikal maupun horizontal cenderung berupa negatif yang umumnya membawa penderitaan rakyat. Lihat konflik Aceh, Papua, Poso, dan konflik keluarga, konflik antarpartai kesemuanya membawa trauma tersendiri bagi pihak yang bertikai. Menurut Soerjono Soekanto (1989:90), akibat negatif yang timbul dari sebuah konflik sosial sebagai berikut.
a. Bertambahnya Solidaritas Anggota Kelompok yang Berkonflik
Jika suatu kelompok terlibat konflik dengan kelompok lain, maka solidaritas antarwarga kelompok tersebut akan meningkat dan bertambah berat. Bahkan, setiap anggota bersedia berkorban demi keutuhan kelompok dalam menghadapi tantangan dari luar.
b. Jika Konflik Terjadi pada Tubuh Suatu Kelompok maka akan Menjadikan Keretakan dan Keguncangan dalam Kelompok Tersebut
Visi dan misi dalam kelompok menjadi tidak dipandang lagi sebagai dasar penyatuan. Setiap anggota berusaha menjatuhkan anggota lain dalam kelompok yang sama, sehingga dapat dipastikan kelompok tersebut tidak akan bertahan dalam waktu yang lama.
c. Berubahnya Kepribadian Individu
Dalam
konflik sosial biasanya membentuk opini yang berbeda, misalnya orang
yang setuju dan mendukung konflik, ada pula yang menaruh simpati kepada
kedua belah pihak, ada pribadi-pribadi yang tahan menghadapi situasi
konflik, akan tetapi ada yang merasa tertekan, sehingga menimbulkan
penderitaan pada batinnya dan merupakan suatu penyiksaan mental. Keadaan
ini dialami oleh orang-orang yang lama tinggal di Amerika Serikat. Sewaktu
Amerika Serikat diserang mendadak oleh Jepang dalam Perang Dunia II,
orang-orang Jepang yang lahir di Amerika Serikat atau yang telah lama
tinggal di sana sehingga mengambil kewarganegaraan Amerika Serikat,
merasakan tekanan-tekanan tersebut. Kondisi ini mereka alami karena
kebudayaan Jepang masih merupakan bagian dari hidupnya dan banyak pula
saudaranya yang tinggal di Jepang, sehingga mereka pada umumnya tidak
dapat membenci Kerajaan Jepang seratus persen seperti orangorang Amerika
asli.
d. Hancurnya Harta Benda dan Jatuhnya Korban Jiwa
Setiap konflik yang terjadi umumnya membawa kehancuran dan kerusakan bagi lingkungan sekitarnya. Hal ini dikarenakan masing-masing pihak yang berkonflik mengerahkan segala kekuatan untuk memenangkan pertikaian. Oleh karenanya, tidak urung segala sesuatu yang ada di sekitar menjadi bahan amukan. Peristiwa ini menyebabkan penderitaan yang berat bagi pihakpihak yang bertikai. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban jiwa wujud nyata akibat konflik.
e. Akomodasi, Dominasi, dan Takluknya Salah Satu Pihak
Jika setiap pihak yang berkonflik mempunyai kekuatan seimbang, maka muncullah proses akomodasi. Akomodasi menunjuk pada proses penyesuaian antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok guna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan. Ketidakseimbangan antara kekuatan-kekuatan pihak yang mengalami konflik menyebabkan dominasi terhadap lawannya. Kedudukan pihak yang didominasi sebagai pihak yang takluk terhadap kekuasaan lawannya.
Dari keterangan-keterangan di atas dapat dilihat akibat konflik
sebagai bentuk interaksi disosiatif. Walaupun begitu tidak selamanya
akibat konflik bersifat negatif. Sebagai contohnya, konflik dalam bentuk
lunak biasanya digunakan dalam seminar-seminar dan diskusi-diskusi
sebagai media penajaman konsep-konsep atau persoalan ilmiah. Selain itu,
konflik dijadikan sebagai sarana untuk mencapai suatu keseimbangan
antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat, dapat pula menghasilkan suatu
kerja sama di mana masing-masing pihak melakukan introspeksi yang
kemudian melakukan perbaikan-perbaikan dan konflik dapat memberi
batas-batas yang lebih tegas, sehingga masing-masing pihak yang bertikai
sadar akan kedudukannya dalam masyarakat.